Nurel Javissyarqi*
http://pustakapujangga.com/?p=95
(I) Segala waktu ruang hampa, hantu bagi momok rindu,
kamar semestinya suwung, mencipta nging di telinga burung;
daya resap kembali, debu berserak dari dinding-dinding rapuh.
(II) Begini saja atau lebihkan perkara,
cukup badai prahara melahirkan dunia asal perapian suci,
pemujaan digelar bersama yang masuk dalam sukma rasa,
tidak direkam jadi misteri; hantu siapa berani menemani(?).
(III) Begitu ranum sarang ruh buah keadaban,
lamanya menimang, seluruh semesta membantu,
dalam percepatan gerak cahaya nasib perubahan.
(IV) Cahaya langit terbuka, warna bagiku dan mereka,
bebunga api di tengah malam, bidadari pernik-gemintang;
tercurah dikau rasakan kembang setaman di genggaman,
namun sia-sia jikalau tiada tujuan.
(V) Sahabat, tenanglah,
pada danau jernih kau menikmati dahan-dahan pemikiran,
rumput perasaan atas embun mengaca, mata elang kembara;
sekali butiran jatuh, bergulir petikan dawai di panggung dunia.
(VI) Yang mencapai kutub menuruni lembah,
bersama matahari menggeserkan raga-beku meleleh,
terus kau mendapati gemintang menyetubuhi cahaya;
air mata embun kayu mengkristal pada tekad mengikat.
(VII) Seluruh energi aroma pagi ia habiskan menyendiri,
pundi-pundi dipindahkan, bulir-bulir perenungan teresapi,
butiran makna menjelma magnit, bebijian besi menempel
pada diri rekat, daya kekuatan alami.
(VIII) Meruang waktu jagad diri kesetiaan, jauh
melantunkan tembang menggubah kidungan gaib
kepada titik hening semedi.
(IX) Seorang rindu gua pertapaannya,
mengamati rumah laba-laba; ia terus menembusi langit-langit,
cahaya kebiru-biruan nyawa menerobos sedari celah rahasia.
(X) Begitu tak terfahami, ia lepas dari kekuatan gravitasi;
kembara membangun rumah, bebatuan gunung satukan nasib,
dahaga bumi keagungan lestari, menuju abad-abad kepercayaan.
(XI) Dari balik tak terfahami, ia bermakna;
merasakan layang debu ke pori-pori hati insan
tergerak menemui kehadiran Ilahi.
(XII) Suasana merasuk melobangi sukma, terbelah atmosfir
pula menyatukannya; pada kurun tak terhingga takkan balik,
suratan takdir sebagaimana nurani.
(XIII) Ia menghabiskan aroma purba,
tempat sejarah lahirnya mitos-legenda;
kadang anak manusia lupa sergapan,
lepas terlena disebelahnya kepastian.
(XIV) Bila usai ia keluar nyata,
di muka pintu menyapa cakrawala;
nafasnya semesta, kembaranya awan jiwa,
semburat cahaya mengintip kecantikannya,
melesat terbang tiada hukum selain kuasa-Nya.
(XV) Kenanglah rerumputan lalu, bayu mengantarkan
aroma kembang atas tangkai bergoyangan;
itulah cerecah burung terbang malam
selaksa kapal mengarungi gelombang,
melayari hidup berhamparan lelautan,
berjuang demi pantai kudu berkorban.
(XVI) Ruh-ruh meruang di sekitar angkasa,
kuas menari-nari menjelajahi peta, dan langit selamanya biru,
awan menggiring musim nan rindu, tempat bagimu hatiku,
yang biru, rupa kangen bertemu kapuk randu di peraduan.
(XVII) Tanah subur demi bebijian, telaga bagi ikan-ikannya,
ombak laut dengan kesabarannya menggaramkan pantai,
lengkap sudah perasaan, gunung berpohon asam raksasa;
berharap hidangan dinanti, wujud merindu seorang pemuda.
(XVIII) Setelah tidur panjang, gerakan tersumbat,
berabad-abad keyakinan terkubur kini membangkit,
merobohkan batu-batu, tumbang berhala-berhala itu;
retak lebur tanpa rindu.
(XIX) Diangkatnya hempasan air berwarna matang;
pohon jati ratusan tahun, kulit menebal berdiri kokoh,
dahannya besar reranting segar, daunnya hijau melebar.
Karnanya gugur atau mengembang, angin kencang saja
putri sejati; ia tegar menyapa pergantian musim,
akarnya menembus bumi menyatukan angin,
dan pusaran sungai berladangkan awan.
(XX) Semburat mata menatap malam-siang tiada lelah,
pada tubuh renta, seluruh sayap-sayapnya pengetahuan;
terbang sedari benua satu ke lainnya, cakar-cakarnya
mencengkeram kepala, dan mereka semakin gelisah.
(XXI) Ia jelmaan abad silam, hinggap di gugusan karang;
kehidupan memandang aneh di waktu senja sepi kekuasaan.
Ingin menghentikan sebelum ditiup kelam malam,
wajah-wajah gentayangan, pekat sayap-sayapnya,
dan kembali, bayangannya merambati kematian.
(XXII) Gemparlah kisah, dikala ia sekarat di gurun sahara,
sang kembara menolongnya, memberi seteguk air pencerah;
katanya,
air itu mengucur dari kaki Ismail yang meronta kehausan.
(XXIII) Ia terbang menapaki tangga membiru, berita tersiar
ke pelosok jagad. Para malaikat iri, ketika para nabi ia salami,
bermuwajjaha sepenuh hati; memohon ampun segala angkara,
atas isyarat mimpinya di siang hari, yang tiada aman tempatnya.
——-
26 September 2000, Kadipaten Kulon Yogyakarta.
1993
1995
1997
Aguk Irawan Mn
Agus B Harianto
Agus B. Harianto
Ahmad Syauqillah
Andhi Setyo Wibowo
Andika Ananda
Andong Buku #3
Arti Bumi Intaran
Balada
Balada-Balada Takdir Terlalu Dini (Ballads of Too Early Destiny)
Bentara Budaya Yogyakarta
Berita Utama
Biografi Nurel Javissyarqi
Brunel University London
Buku Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
Daniel Paranamesa
Denny Mizhar
Diskusi 3 Buku Sastra 22 Juli 2011 di Yogyakarta
Eka Budianta
Enda Menzies
Hamdy Salad
Ibnu Wahyudi
In memoriam
Indrian Koto
Iskandar Noe
Jogjakarta
Jombang
Jual Buku Paket Hemat
Jusuf An
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kata-kata Mutiara
Kedai Sinau Malang
Kitab Para Malaikat (the book of the angels)
Komunitas Penulis Katolik Deo Gratias
Kritik Sastra
Kulya dalam Relung Filsafat
Laksmi Shitaresmi
Lamongan
Lathifa Akmaliyah
Leo Tolstoy
M. Yoesoef
Media: Crayon on Paper
Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri
Murnierida Pram
Naskah Teater
Nurel Javissyarqi
Orasi Budaya Akhir Tahun 2018
PDS. H.B. Jassin
Potret Sang Pengelana (Nurel Javissyarqi)
Puisi
Pustaka Ilalang
Pustaka Ilalang Group
PUstaka puJAngga
Reuni Perdana Mts Putra-Putri Simo-Sungelebak 1991-1992
Robin Al Kautsar
Sabrank Suparno
Samsul Anam
Sanggar Lukis Alam
Sanggar Teater Jerit
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra ke #24 di Warung Boenga Ketjil
Sihar Ramses Simatupang
Siwi Dwi Saputro
Sofyan RH. Zaid
Sony Prasetyotomo
Sunu Wasono
Syaifuddin Gani
Tarmuzie (1961-2019)
Ts. Pinang
Ujaran
Universitas Indonesia
Veronika Ninik
Welly Kuswanto
Wislawa Dewi
Isi Kandungan Buku Kritik Sastra
- @ Mulanya
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (I)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (II)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (III)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (IV)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (V)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (VI)
- Menggugat Tanggung Jawab Kepenyairan Sutardji Calzoum Bachri (VII)
- # Akhirnya